Industri Kreatif Pembuatan Cincin Desa Sonsang Sumatera Barat
Namun booming batu akik ini tidaklah bertahan lama, karena dipertengahan tahun 2015 peminat batu akik mulai hilang. Hilangnya minat masyarakat tersebut tentu ada beberapa faktor yang melatar belakanginya.
Baca Juga:
- Jorong Sonsang dan Destinasi Wisata Taman Tirtasari
- Usaha Perhiasan Perak di Jorong Sonsang
- Perak sebagai Alat Investasi Masa Kini
Pada saat booming batu akik para pelaku industri kreatif Indonesia ikut kecipratan, terutama bagi para pembuat perhiasan cincin baik itu yang membuat dari tembaga, perak, suasa ataupun emas. Saking ramainya permintaan pasar sehingga tidak dapat terpenuhi oleh pelaku industri kreatif ini.
Namun petaka untuk para pelaku industri kreatif perhiasan cincin ini mulai datang ketika didatangkannya barang impor yang harganya sangat-sangat jauh lebih murah dari yang mereka pasarkan. Untuk permasalahan barang impor ini mungkin penulis tidak dapat menjelaskannya, karena sebenarnya ini bukan lagi wadah penulis. Selain itu tentu jika hal ini kita bahas maka akan melenceng dari judul dari pembahasan kita yaitu:
"Industri Kreatif Pembuatan Cincin Desa Sonsang Sumatera Barat"
Kenapa penulis angkat tema ini?
Jawabannya adalah karena Desa Sonsang merupakan salah satu desa yang sukses sebagai desa yang dapat memproduksi perhiasan perak secara manual di Indonesia.
Kok bisa?
Mungkin penulis tidak bisa menampilkan data dari hasil produksi perhiasan cincin ini. Namun untuk sekedar diketahui 1 orang masyarakat Desa Sonsang ini dapat memproduksi 1-2 Kodi cincin dalam 1 minggu.
Coba kita bayangkan 1 orang saja dapat memproduksi 20 cincin yang siap untuk dipasarkan. Bagaimana jika dalam satu desa itu ada sekitar 50 orang yang dapat memproduksi cincin?
Dari data dilapangan, jumlah masyarakat Desa Sonsang yang mampu membuat perhiasan perak yang dapat langsung dipasarkan ada kurang lebih sekitar 80 orang. Dan hal ini berdasarkan data dari fakta yang penulis dapatkan dari lapangan.
Mungkin para pembaca bisa percaya atau tidak, untuk membuktikan hal tersebut sobat bisa datang langsung ke desa ini. Dimana desa ini terletak di Kabupaten Agam, Kecamatan Tilatang Kamang, Kenagarian Koto Tangah.
Namun setelah terjadinya Booming akik dan seperti penulis jelaskan sebelumnya setelah masuknya cincin impor peminat perhiasan cincin hasil karya tangan-tangan kreatif ini mulai tidak diminati lagi. Hal ini jika dikatakan kurangnya inovasi dari para pembuat perhiasan cincin mungkin ini adalah hal yang sangat keliru.
Karena pada dasarnya setiap produk yang dibuat oleh mereka ini memiliki beragam motif. Namun dari fakta dilapangan ada beberapa oknum yang berbuat curang.
Foto by: Alber Andesko |
Pada saat itu penulis pernah berbincang-bincang dengan beberapa distributor perhiasan di Kota Bukittinggi dan penulis ketika itu menanyakan perihal hal kenapa tidak ada lagi orang yang meminati perhiasan perak buatan tangan.
Dan beberapa diantara mereka banyak yang menjawab karena masuknya barang impor dengan harga yang sangat murah. Jika perhiasan cincin perak yang di produksi oleh para industri kreatif ini dihargai seharga Rp 200.000 sampai dengan Rp 500.000 tanpa batu akik, sedangkan cincin impor ini hanya dihargai Rp 50.000 sampai dengan Rp 100.000.
Selain itu ada juga yang mengatakan bahwa ada beberapa penjual eceran yang ketika itu bisa dikatakan menipu pembelinya. Hal ini penulis ketahui juga berdasarkan jawaban dari pertanyaan yang penulis ajukan kepada para distributor.
Dari penjelasan yang penulis terima, dijelaskan bahwa ada penjual yang menjual cincin impor yang dengan harga yang sama dengan cincin buatan tangan yang harganya seperti penulis jelaskan di atas.
Jika kita membahas kualitas tentu kualitas cincin buatan tangan jauh lebih bermutu dari pada cincin hasil cetakan pabrik. Hal ini lah yang sangat disayangkan, karena menginginkan keuntungan besar kecurangan dilakukan.
Dan ini merupakan hal kedua yang membuat masyarakat tidak mau lagi membeli perhiasan hasil buatan tangan para industri kreatif ini. Mungkin yang masih mau membeli adalah orang-orang mampu membedakan mana cincin buatan tangan dan mana cincin buatan mesin.
Selain itu hal lain yang menjadi faktor penyebabnya adalah rendahnya daya beli masyarakat. Sebenarnya masih banyak hal lain yang menjadi penyebab kenapa perhiasan cincin buatan para industri kreatif ini tidak diminati lagi.
Sampai saat ini di awal tahun 2018 penjualan cincin hasil dari para industri kreatif ini masih sangat-sangat lesu. Mungkin salah satu penyebabnya adalah kurangnya promosi dari para industri kreatif perhiasan cincin terutama yang ada di Sumatera Barat.
Foto by: Alber Andesko |
Akibat dari permasalahan ini sebagian besa masyarakat Desa Sonsang mulai beralih profesi. Mulai dari bertani, jadi kuli bangunan dan ada juga yang pergi merantau untuk mengadu nasip.
Namun masih ada beberapa yang dapat bertahan yaitu kurang lebih sekitar 10 orang sampai di bulan februari 2018. Itupun baru-baru ini mereka bekerja sebagai pembuat perhiasan cincin kembali, di tahun 2016 cuma ada 6 orang yang masih memproduksi perhiasan perak.
Salah satu yang menarik bagi penelusuran penulis adalah salah satu dari 10 orang yang bertahan itu adalah seorang anak yang masih duduk di bangku Smk kelas 2. Dari informasi yang penulis dapatkan dari pembuatan perhiasan cincin inilah dia dapat hidup madiri.
Selain itu anak ini juga memiliki keterampilan yang sangat-sangat baik dalam membuat perhiasan cincin terutama dari logam perak. Mungkin nanti bisa sobat lihat mengenai anak yang penulis maksud pada link artikel dibawah ini:
Zakri Andesko Anak Muda Kreatif Yang Pandai Segala Hal
Nah itulah penjelasan panjang mengenai industri kreatif Desa Sonsang, semoga saja pembaca tidak lelah membaca artikel panjang ini. Thanks for waching, and regard
Beberapa foto Industri kreatif perhiasan hasil karya anak bangsa:
Industri Kreatif Dari Sumatera Barat |
Industri Kreatif Dari Kotagede |
0 Response to "Industri Kreatif Pembuatan Cincin Desa Sonsang Sumatera Barat"
Post a Comment